LAPORAN HASIL KUNJUNGAN
Nama acara
: kunjungan ke Museum Benteng Vredeburg
Isi
Laporan
:
·
SEJARAH BENTENG VREDEBURG:
Benteng
Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengat lahirnya Kasultanan
Yogyakarta. Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berhasil menyelesaikan
perseteruan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi (Sri
Sultan Hamengkubuwono I) adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu
ingin ikut campur urusan dalam negeri Raja-raja Jawa pada waktu itu. Orang
Belanda yang berperan penting dalam lahirnya Perjanjian Giyanti adalah Nicolaas
Harting yang menjabat sebagai Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa
(Gouveurneur en Directuer van Javas noordkust) sejak bulan Maret 1754.
Pada hakekatnya perjanjian tersebut adalah
perwujudan dari usaha untuk membelah Kerajaan Mataram menjadi dua bagian, yaitu
Kasuhunan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Selanjutnya Kasultanan
Yogyakarta diperintah oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri
Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Alogo Abdul Rachman Sayidin Panata Gama
Khalifatullah I. Sedangkan Kasuhunan Surakarta diperintah oleh Paku Buwono III.
Langkah pertama yang diambil oleh
Sri Sultan HB I adalah segera memerintahkan membangun kraton. Dengan titah
tersebut segera dibuka hutan beringin dimana ditempat tersebut sudah terdapat
dusun Pacetokan. Sri Sultan HB I mengumumkan bahwa wilayah yang menjadi daerah
kekuasaannya tersebut diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dengan ibukota
Ngayogyakarta.
Selain sebagai Panglima Perang yang
tangguh Sri Sultan HB I adalah juga seorang ahli bangunan yang hebat.
Kraton Kasultanan Yogyakarta pertama dibangun
pada tanggal 9 Oktober 1755 dan pada hari Kamis Pahing 7 Oktober 1756 meski
belum selesai secara sempurna Sultan dan keluarganya berkenan untuk
menempatinya.
Setelah Kraton mulai ditempati
kemudian beridiri pula bangunan-bangunan pendukung lainnya, misalnya bangunan
kediaman Sultan dan kerabat dekatnya dinamakan Prabayeksa, selesai dibangun
tahun 1756. Bangunan Sitihinggil dan Pagelaran yang selesai pada tahun 1757.
Gapura penghubung Dana Pertapa dan Kemagangan selesai pada tahun 1761 dan 1762.
Masjid Agung didirikan pada tahun 1771. Benteng besar yang mengelilingi kraton
selesai pada tahun 1777. Dan akhirnya Bangsal Kencana selesai pada tahun 1792.
Melihat kemajuan yang sangat pesat
akan pembangunan kraton yang didirikan Sri Sultan HB I menimbulkan rasa
kekhawatiran pada pihak Belanda sehingga diajukanlah usul untuk membangun
sebuah benteng disekitar wilayah kraton. Dalih yang digunakan adalah agar
Belanda dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi maksud
sesungguhnya Belanda adalah untuk memudahkan melakukan kontrol perkembangan
yang terjadi di kraton. Hal ini bisa dilihat dari letak benteng yang hanya satu
jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya menghadap ke jalan utama menuju
kraton merupakan indikasi utama bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai
benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade. Dapat dikatakan bahwa beridirinya
benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan
memalingkan muka memusuhi Belanda. Besarnya kekuatan dibalik kontrak politik
yang dilahirkan dalam setiap perjanjian dengan pihak Belanda seakan-akan
menjadi kekuatan yang sulit dilawan oleh pemimpin pribumi pada masa kolonial
Belanda termasuk Sri Sultan HB I, oleh karena itu usulan pembangunan benteng
dikabulkan.
Sebelum dibangun benteng pada
lokasinya yang sekarang, pada tahun 1760, atas permintaan Belanda, Sri Sultan
HB I telah membangun sebuah benteng yang sangat sederhana berbentuk bujur
sangkar. Keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut sebagai seleka
atau bastion yang menyerupai bentuk kura-kura dengan keempat kakinya. Oleh
Sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayawisesa (sudut barat laut),
Jayapurusa (sudut timur laut), Jayaprakosaning (sudut barat daya) dan
Jayaprayitna (sudut tenggara).
Menurut
Nicolas Harting, benteng tersebut keadaannya masih sangat sederhana. Temboknya
terbuat dari tanah yang diperkuat dengan tiang-tiang penyangga dari kayu pohon
kelapa dan aren, sedangkan bangunan didalamnya terdiri atas bambu dan kaui
dengan atap ilalang.
Ketika Nicolas Harting digantikan
oleh W.H Ossenberch pada tahun 1765, diusulkan kepada Sultan agar benteng
diperkuat menjadi bangunan yang lebih permanen agar lebih menjamin keamanan.
Usul tersebut dikabulkan dan selanjutnya pembangunan benteng dikerjakan dibawah
pengawasan seorang Belanda ahli ilmu bangunan yang bernama Ir. Frans Haak.
Tahun 1767 pembangunan benteng dimulai. Konstruksi-nya menggunakan semen merah,
gamping, pasir dan batu bata. Menurut rencana pembangunannya akan selesai pada
tahun itu juga tetapi pada kenyataannya proses pembangunan berjalan sangat
lambat dan baru selesai pada tahun 1787, hal ini karena pada masa tersebut
Sultan juga sedang giat-giatnya melakukan pembangunan Kraton Yogyakarta
sehingga bahan dan tenaga yang dijanjikan lebih banyak teralokasi untuk
pembangunan kraton. Setelah selesai bangunan benteng yang telah disempurnakan
tersebut diberi nama Benteng Rustenburg yang berarti Benteng Peristirahatan.
Pada tahun 1867 di Yogyakarta
terjadi gempa bumi yang dahsyat sehingga banyak merubuhkan bangunan-bangunan
antara lain Gedung Residen, Tugu Pal Putih dan Benteng Rustenburg serta
bangunan-bangunan lain. Seluruh bangunan-bangunan tersebut segera dibangun
kembali. Untuk Benteng Rustenburg segera diadakan pembenahan di beberapa bagian
bangunan yang rusak. Setelah selesai dibangun kembali, nama Benteng Rustenburg
berganti menjadi Benteng Vredeburg yang artinya Benteng Perdamaian. Nama ini
diambil sebagai manifestasi hubungan antara Kasultanan Yogyakarta dan Belanda
yang tidak saling menyerang pada waktu itu.
Bentuk
benteng tetap seperti awal dibangun, yaitu bujur sangkar. Pada keempat sudutnya
dibangun ruang penjagaan yang disebut seleka atau bastion. Pintu gerbang
benteng menghadap ke barat dengan dikelilingi oleh parit. Didalamnya terdapat
bangunan-bangunan seperti rumah perwira, asrama prajurit, gudang logistik,
gudang mesiu, rumah sakit prajurit dan rumah residen. Penghuni benteng sendiri
pada waktu itu mencapai 500 orang prajurit termasuk petugas medis dan para
medis.
Pada masa
pemerintahan Belanda, benteng ini juga memiliki fungsi sebagai tempat
perlindungan para residen yang sedang bertugas di Yogyakarta karena kantor
residen letaknya berseberangan dengan letak Benteng Vredeburg.
Seiring dengan perkembangan politik
di Indonesia maka status kepemilikan Benteng Vredeburg juga mengalami perubahan
dari waktu ke waktu. Pada awal berdirinya benteng ini adalah milik Kraton
walaupun dalam penggunaannya dihibahkan kepada Belanda (VOC). Kebangkrutan VOC
pada periode 1788-1799 menyebabkan penguasaan benteng diambil alih oleh
Bataafsche Republic (Pemerintah Belanda) dibawah Gubernur Van Den Burg sampai
ke pemerintahan Gubernur Daendels. Ketika Inggris berkuasa maka benteng dibawah
penguasaan Gubernur Jenderal Raffles. Status benteng sempat kembali ke
pemerintahan Belanda sampai menyerahnya Belanda kepada Jepang di bulan Maret
1942.
Pada tanggal 9 Agustus 1980 dengan
persetujuan Sri Sultan HB IX Benteng Vredeburg dijadikan sebagai Pusat
Informasi dan Pengembangan Budaya Nusantara dan pada tanggal 16 April 1985
dilakukan pemugaran untuk dijadikan Museum Perjuangan. Museum ini dibuka untuk
umum pada tahun 1987. Tanggap 23 November 1992 Benteng Vredeburg resmi menjadi
Museum Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Vredeburg.
Benteng
Vredeburg sebagai salah satu bangunan kolonial bergaya Indis
Bangunan sebagai bentuk aspirasi dari pembuatnya memiliki berbagai macam hal
yang ingin disampaikan. Hal-hal tersebut biasanya adalah fungsi dari bangunan,
status pemakainya, serta etnisitas pemakai. Dari hal-hal tersebut maka akan
terlihat bahwa sebenarnya bangunan itu juga mencerminkan diri pembuat dan
pemakainya.
Benteng Vredeburg sebagai salah satu bangunan masa kolonial Belanda juga
mengadopsi teknik pembuatan bangunan indis. Hal ini dapat dilihat dari bentuk
bangunan-bangunan yang ada di dalamnya, seperti pada gedung Pengapit Utara dan
Selatan. Bangunan yang semula diperkirakan digunakan sebagai kantor
administrasi ini dibangun dengan memperhatikan penyesuaian terhadap keadaan
lingkungan Indonesia, yaitu berkaitan dengan iklim tropis khatulistiwa dan
pemanfaatan bahan bangunan setempat. Bentuk bangunan yang dibuat tinggi juga
berfungsi untuk mengatur sirkulasi udara.
·
BANGUNAN
Sesuai dengan awal bahwa benteng
Vredeburg dibangun untuk dijadikan sebuah benteng pertahanan. Sehingga dalam
perkembangannya pun bangunan-bangunan pedukung yang didirikan bertolak dari
konsep sebagai pertahanan . Hal itu dapat dilihat dari beberapa bangunan yang
masih dapat dijumpai sekarang , antara lain :
Selokan atau Parit, Parit atau selokan ini dibuat dengan
maksud rintangan paling luar terhadap serangan musuh. Parit dibuat di
sekeliling benteng dengan perhitungan bahwa musuh akan datang dari segala arah.
Tetapi perkembangan selanjutnya, ketika sistem kemiliteran telah mengalami
kemajuan, parit sebagai sarana pertahanan sudah tidak urgen lagi. Bahkan untuk
tahun-tahun berikut parit hanya berfungsi sebagai sarana drainage (pembuangan)
saja. Untuk memberikan kesan kepada masyarakat bahwa sekeliling benteng terdapat
parit, sisa parit masih dapat dilihat dibawah jembatan depan gerbang sebelah
barat .
Jembatan,
Pada masa awal Benteng Vredeburg
dibangun, antar daerah dalam benteng dengan luar benteng dihubungkan dengan
jembatan (jembatan angkat ). Menurut rencana awal benteng dibangun dengan
konsep simetris, sehingga dengan demikian jembatan yang dibuat berjumlah empat
buah yaitu menghadap keempat penjuru (barat, selatan, timur, dan utara). Tetapi
berdasarkan data yang ditemukan, bekas-bekas jembatan hanya dapat dijumpai
utara tidak ditemukan. Hal ini dapat saja terjadi dalam proses pembangunan yang
telah dibuat dalam konsep awal bangunan benteng, di sisi utara dipandang sudah
aman sehingga untuk jembatan sebelah utara benteng dipandang sudah tidak perlu.
Untuk saat ini jembatan yang masih
dapat dilihat adalah jembatan yang telah mengalami perkembangan kemudian. Hal
itu terjadi seiring dengan perkembangan teknologi khususnya kendaraan perang.
Sehingga jembatan yang tadinya berupa jembatan gantung, sudah tidak mungkin lagi
mampu menopang kendaraan perang yang keluar masuk benteng.
Tembok (Benteng), Lapisan pertahanan sesudah parit
adalah tembok (benteng) yang mengelilingi komplek benteng Vrederburg. Di sisi
tembok sebelah dalam juga dibuat anjungan, sehingga praktis tembok (benteng)
ini dapat berfungsi sebagai tempat pertahanan, pengintaian, penempatan
meriam-meriam kecil maupun senjata tangan. Dengan begitu jarak pandang
pengintaian maupun jarak tembak akan lebih leluasa.
Saat sekarang sebagian anjungan
(sebelah timur sebagian, sebelah barat dan sebelah selatan) masih dapat
dilihat. Juga relung-relung di atas tembok (benteng) sebagai tempat meriam
maupun senjata tangan lainnya. Pembongkaran anjungan ini diperkirakan karena
perkembangan situasi dimana keamanan telah lebih terjamin, sehingga anjungan
dipandang sudah tidak diperlukan lagi.
Pintu Gerbang Barat, Pintu gerbang sebagai sarana (jalan)
keluar ataupun masuk komplek benteng. Mengingat konsep awal bahwa benteng
dibangun dengan konsep simetris maka pintu gerbang yang ada berjumlah empat
buah (selatan, timur, utara, dan barat ). Tetapi karena proses pembangunan
benteng itu sendiri memakan waktu yang amat panjang, sehingga sangat
dimungkinkan konsep awal tersebut berubah karena situasi keamanan yang
mengharuskan pintu gerbang yaitu sebelah barat, timur dan selatan. Di sebelah
selatan hanya dibuat kecil dan lebih tepat kalau disebut terowongan. Sehingga
arus keluar masuk penghuni benteng melewati pintu gerbang barat dan timur saja.
Bangunan-Bangunan di Bagian Tengah, Di dalam komplek Benteng Vredeburg
bangunan-bangunan yang ada berupa bangsal-bangsal. Semula bangsal-bangsal
tersebut berfungsi sebagai barak para prajurit maupun perwira. Akan tetapi
dalam perkembagan selanjutnya sejalan dengan perkembangan fungsi bangunan yang bukan
lagi sebagai tempat pertahanan melainkan sebagai tangsi militer, bangunan
tersebut lebih tepat disebut sebagai tempat tinggal. Hal itu dapat dilihat dari
dibangunnya bangunan-bangunan baru.
Di antara bangunan-bangunan yang ada
juga masih dapat terlihat adanya lapangan di dalam komplek Benteng Vredeburg
yang relatif luas.
Semula lapangan tersebut
dimungkinkan untuk tempat persiapan militer, latihan maupun upacara-upacara
militer lainnya. Setelah Benteng Vredeburg fungsi sebagai tangsi militer yang
dimungkinkan prajurit akan membawa keluarganya, maka lpagan tersebut beralih
fungsi sebagai halaman dan tempat bermain saja.
Hal itu juga berlaku dengan anjungan
di sisi selatan, barat dan timur sebagian. Yang semula dibangun sebagai sarana
pendukung pertahanan untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi.
SEKARANG, Setelah Indonesia
meredeka, pemerintah Indonesia mengubah benteng Vredeburg menjadi sebuah museum
yang menceritakan perjuangan bangsa Indosnesia dalam merintis, merebut
dan mempertahankan kemerdekaan dari tangan imperialisme. Banyaknya tokoh
nasional dan peristiwa bersejarah yang terjadi di kota gudeg ini sehingga
sangat tepat bila museum tersebut diabadikan dalam diorama.
Diorama
dalam benteng Vredeburg terbagi menjadi tiga ruang pameran. Kemudian dibagi
lagi berdasarkan urutan urutan sejarah berdirinya Negara Republik Indonesia
dari merintis hingga mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Jika diantara kita pernah berkunjung
ke benteng Vredeburg, maka akan melihat ruang pameran diorama pertama,
dimana dalam ruang itu adalah konggres Budi Utomo yang pertama pada
tanggal 3 – 5 Oktober 1908, di Jl. A.M. Sangaji yogyakarta yang dipimpin
lansung oleh Dr. Wahidin Sudiro Husodo. Masih dalam raungan yang sama, terdapat
dimana KH. Ahmad Dahlan sedang menyampaikan gagasan berdirinya orgaisasi
Muhamadiyah di Yogyakarta pada tanggal 12 November 1912, Kemudian disusul
dengan berdirinya taman siswa pada tangga 3 Juli 1922 yang di pelopori oleh
Kihajar Dewantara. Peran perempuan Indonesia pun tak luput untuk ditampilkan
dalam diorama konggres perempuan Indonesia I pada tanggal 22-25 Desember 1928.
Bergerak ke ruang pameran diorama
kedua, disana diceritakan tentang heroic sepanjang tahun 1945 yang
merupakan tahun bersejarah bagi kemerdekaan Indonesia. Dimulai dari rapat
dukungan proklamasi yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX di gedung
Wilis, Kepatihan Yogyakarta pada tanggal 19 Agustus 1945, juga penurunan
bendera himanoru dan pengibaran bendera merah putih di gedung okan Kantai,
hingga konggres pemuda di alun alun utara dan balai Mataram.
Pada
diorama ketiga, nasionalisme lebih di tonjolkan dalam bentuk perjuangan phisik
daalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang menarik perhatian adalah
agresi militer Belanda II pada Desember 1948, dimana saat itu Belanda menyerang
kota Yogyakarta dan lapangan terbang Maguwo. Rakyat kemudian melakukan
perlawanan yang dipimpin oleh Panglima besar Sudirman. Dengan taktik gerilya
yang dilakukan oleh panglima Sudirman, belanda pun kewalahan dan
kemerdekaan pun dapat dipertahankan.
Melalui diorama inilah sejarah
nasionalisme bangsa Indonesia tersaji. Diorama ini juga menjadi sebuah cerita
bagaimana rakyat Indoensia ingin merdeka dari belenggu penjajahan.Mereka tak
ingin gererasi dan anak cucunya kelak bernasib sama dengan mereka.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Daerah istimewa yogyakarta atau yang
lebih dikenal dengan nama jogja,merupakan kota yang terkenal dengan sejarah dan
warisan budayanya.
Yogyakarta merupakan pusat kerajaan
mataram,dan sampai saat ini masih ada keraton yang masih berfungsi dalam arti
sesungguhnya.jogja juga memiliki banyak candi yang berusia ribuan tahun yang
merupakan peninggalan kerajaan besar zaman dahulu,salah satunya adalah candi
borobudur yang dibangun pada abad ke 9 olehdinasti syailendra,sedangkan arsitek
dari candi tersebut adalah gunadharma.
Pegunungan,pantai-pantai,hamparan
sawah yang hijau dan udara yang sejuk menghiasi keindahan kota jogja.masyarakat
jogja hidup dengan damai dan mempunyai keramahan yang khaas.coba kita
berkeliling desa,kita pasti akan mendapat senyuman dansapaan yang hangat dari
para penduduk sekitar.
Suasana seni yang begitu terasa di
jogja.malioboro yang merupakan urat nadi jogja dibanjiri barang-barang
kerajinana dari segenap penjuru.para pengayuh becakpun siap mengantarkan kita
mengelilingi tempat-tempat pariwisata.
Tak ayal bila kota jogja sangat
terkenal dan merupakan salah satu tujuan utama para wisatawan mancanegara,untuk
berlibur dan mengabiskan sisa waktu istirahatnya di jogja.
B. Tujuan Kunjungan
Tujuannya adalah untuk menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan yang tidak diajarkan di sekolah,mengetahui
tempat-tempat wisata yang ada di jogja, dan dapat mengetahui seluk beluk
tempat-tempat wisata yang ada di jogja.
C. Manfaat
Kunjungan
Manfaat dari kunjungan ke jogja
sangat banyak antara lain :
1.
menambah ilmu pengetahuan, wawasan yang umum dan luas.
2.
mengenal tempat-tempat wisata di jogja yang indah dan dipelihara di Indonesia.
3.
mengetahui asal usul dari tempat-tempat wisata di jogja.
4.
mempererat keakraban dengan teman satu sekolah.
5.
kebersamaan yang sangat erat dan kerjasama antar kelompok.
1 komentar:
ty @mbolo14
Posting Komentar