Bentuk Interaksi sosial
Bentuk2
interaksi sosial
1 )
Proses Assiatif
·
Kerjasama :
a. Kerjasama Spontan b. Kerjasama Langsung c.kerjasama kontrak d.
Kerjasama Tradisional
Berdasarkan
pelaksanaannya :
1.
Kerukunan
2.
Bergaining
3.
Kooptasi
4.
Koalisi
5.
Joint Venture
Kerjasama
Spontan : Kerjasama yg terjadi Tanpa diperintahkan
Kerjasama
Langsung : kerjasama yg terbentuk karena adanya perintah dari atasan
Kerjasama
Kontrak : Kerjasama atas dasar perjanjian / Kontrak tertentu
Kerjasama tradisional : kerja sama sosial yg terbentuk
karena bersifat tradisi / adat kebiasaan
Kerukunan
: kerjasama Tradisional ex : Gotongroyong
Bergaining
: Kerjasama kontrak
Kooptasi
: Kerjasama dalam pelaksanaan politik
KoaLISI
: penyatuan 2 kelompok / lebih yg memiliki tujuan sama
Joint
venture : kerjasama dalam pengumpulan modal usaha / kerjasama dalam melakukan
proyek tertentu
Akomodasi
sosial : Proses meredakan suatu pertentangan untuk mencapai keadaan yang stabil
·
Pemaksaan ( caorsion )
·
Kompromi
·
Arbitrasi
·
Mediasi
·
Konsiliasi
·
Stalemate
·
Toleransi
·
Ajudifikasi
·
Segresi
·
Eliminasi
·
Kepututusan mayoritas
·
Genjatan senjata
Asimilasi
sosial
Akulturasi
Sosial
Dari pembahasan
sebelumnya, kita dapat menyimpulkan bahwa ada berbagai bentuk interaksi sosial.
Gillin menyebutkan dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya
interaksi sosial, yaitu proses asosiatif/bersekutu {processes of association)
dan proses disosiatif/memisahkan (processes of dissociation). Proses asosiatif
merupakan proses menuju terbentuknya persatuan atau integrasi sosial. Proses
disosiatif sering disebut juga sebagai proses oposisi (oppositional process)
yang berarti cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok orang untuk
mencapai tujuan tertentu.
A. Interaksi Sosial yang Bersifat Asosiatif
Proses asosiatif mempunyai bentuk-bentuk, antara lain kerja sama, akomodasi,
asimilasi, dan akulturasi.
1. Kerja sama (cooperation)
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antarindividu atau kelompok untuk
mencapai tujuan bersama. Kerja sama timbul apabila orang menyadari memiliki
kepentingan dan tujuan yang sama, serta menyadari bahwa hal tersebut bermanfaat
bagi dirinya atau orang lain. Kerja sama timbul karena orientasi individu
terhadap kelompoknya (in group) dan orientasi individu terhadap kelompok
lainnya (out group). Menurut Charles H. Cooley, kerja sama timbul apabila
seseorang menyadari dirinya mempunyai kepentingan yang sama dengan orang lain.
Selain itu, pada saat yang sama ia memiliki pengetahuan dan pengendalian
terhadap dirinya sendiri untuk memenuhi kepentingan tersebut. Kesadaran tentang
adanya kepentingan yang sama dan pengorganisasian diri merupakan hal penting
dalam kerja sama.
Kerja sama dapat bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam. Selain
itu, kerja sama juga dapat bertambah kuat jika ada tindakan-tindakan luar yang
menyinggung kesetiaan yang telah tertanam dalam kelompok, dalam diri seseorang,
atau segolongan orang. Contohnya, kerja sama antarprajurit dalam satu kesatuan
dapat terjalin ketika menghadapi musuh di dalam sebuah medan pertempuran.
Proses sosial yang erat kaitannya dengan kerja sama adalah konsensus. Konsensus
hanya mungkin terjadi bila dua pihak atau lebih yang ingin memelihara suatu
hubungan dan masing-masing memandang hubungan tersebut sebagai kepentingan
sendiri. Keputusan untuk mengadakan konsensus timbul apabila anggota kelompok
memiliki perbedaan pendapat. Dalam konsensus, pertentangan kepentingan terlihat
nyata, tetapi tidak sebesar dalam konflik.
Berdasarkan pelaksanaannya, kerja sama memiliki lima bentuk.
1. Kerukunan atau gotong royong.
2. Bargaining yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai
pertukaran barang atau jasa antara dua organisasi atau lebih.
3. kooptasi yaitu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan dan
pelaksanaan politik organisasi sebagai satu-satunya cara untuk menghindari
konflik yang bisa mengguncang organisasi.
4. Koalisi, yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih
yang mempunyai tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak
stabil sebab kedua organisasi memiliki struktur tersendiri.
5. Joint-venture yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek
tertentu, misalnya pengeboran minyak dan perhotelan.
Selain itu, beberapa ahli juga membagi kerja sama dalam beberapa bentuk
berikut.
1. Kerja sama spontaji (kerja sama serta-merta).
2. Kerja sama langsung (hasil dari perintah atasan atau
penguasa).
3. Kerja sama kontrak (kerja sama atas dasar tertentu).
4. Kerja sama tradisional (kerja sama sebagai bagian
antaraunsur dalam sistem sosial.)
2. Akomodasi (accomodation)
Akomodasi memiliki dua makna, yaitu sebagai keadaan dan proses. Akomodasi
sebagai keadaan mengacu pada keseimbangan interaksi antarindividu atau
antarkelompok yang berkaitan dengan nilai dan norma sosial yang berlaku.
Akomodasi sebagai sebuah proses mengacu pada usaha-usaha manusia untuk
meredakan suat. pertentangan agar tercipta keseimbangan.
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan
tanpa menghancurkan lawan. Tujuan Akomodasi berbeda-beda, tergantung pada
situasi yang dihadapi.
Beberapa tujuan akomodasi adalah sebagai berikut.
1. Untuk menghasilkan sintesis atau titik temu antara
dua atau beberapa pendapat yang berbeda agar menghasilkan suatu pola baru.
2. Mencegah terjadinya pertentangan untuk sementara waktu.
3. Berusaha mengadakan kerja sama antarkelompok sosial yang
terpisah akibat faktor sosial dan psikologis atau kebudayaan. Misalnya, kerja
sama antarindividu yang berbeda kasta.
4. Mengusahakan peleburan antarkelompok sosial yang terpisah,
misalnya, melalui perkawinan.
Akomodasi sebagai sebuah proses mempunyai beberapa bentuk, yaitu sebagai
berikut.
1. Koersi (coercion), yaitu bentuk akomodasi yang prosesnya melalui
paksaan secara fisik maupun psikologis. Dalam koersi, salah satu pihak berada
dalam posisi yang lemah. Misalnya, dalam sistem perbudakan atau penjajahan.
2. Kompromi (compromise), yaitu bentuk akomodasi di mana
pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu
penyelesaian. Contoh, perjanjian antarnegara tentang batas wilayah perairan.
3. Arbitrasi (arbitration), yaitu cara untuk mencapai sebuah
kompromi melalui pihak ketiga, sebab pihak-pihak yang bertikai tidak mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri. Pihak ketiga ini dipilih oleh kedua belah
pihak atau oleh badan yang berwewenang. Contoh, masalah antara karyawan dan
perusahaan tentang gaji. Masalah ini bisa diatasi dengan meminta bantuan
pemerintah yang kemudian menetapkan upah minimum.
4. Mediasi (mediation) hampir mirip dengan arbitrasi, hanya
saja pihak ketiganya netral. Kedudukan pihak ketiga hanya sebagai penasihat
yang mengusahakan jalan damai, tetapi tidak memiliki wewenang dalam mengambil
keputusan untuk menyelesaikan masalah.
5. Konsiliasi (conciliation), yaitu suatu usaha untuk
mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak yang bertikai untuk mencapai suatu
kesepakatan. Contoh, mempertemukan wakil buruh, perusahaan, dan jamsostek untuk
saling mengungkapkan keinginan dan mencapai kesepakatan.
6. Toleransi (tolerance), yaitu bentuk akomodasi yang
terjadinya tanpa persetujuan yang sifatnya formal. Kadang-kadang, toleransi
timbul secara tidak sadar dan spontan akibat reaksi alamiah individu atau
kelompok yang ingin menghindari perselisihan. Contoh, pada bulan puasa, umat
yang tidak berpuasa tidak makan di sembarang tempat. Selain itu, ketika suatu
kelompok umat beragama sedang beribadah, umat beragama yang lain tidak membuat
keributan.
7. Stalemate, terjadi ketika pihak-pihak yang bertikai
memiliki kekuatan yang seimbang hingga pada akhirnya pertikaian tersebut
berhenti pada titik tertentu. Misalnya, ketegangan Korea Utara dan Korea
Selatan di bidang senjata nuklir.
8. Ajudikasi (adjudication), yaitu cara menyelesaikan masalah
melalui pengadilan.
9. Segregasi (segregation), yaitu masing-masing pihak
memisahkan diri dan saling menghindar dalam rangka mengurangi ketegangan.
10. Eliminasi (elimination), yaitu pengunduran diri salah
satu pihak yang terlibat dalam konflik karena mengalah.
11. Subjugation atau domination, yaitu pihak yang mempunyai
kekuatan besar untuk meminta pihak lain menaatinya.
12. Keputusan mayoritas (majority rule), yaitu keputusan yang
diambil berdasarkan suara terbanyak dalam voting.
13. Minority consent, yaitu golongan minoritas yang tidak
merasa dikalahkan tetapi dapat melakukan kegiatan bersama.
14. Konversi, yaitu penyelesaian konflik di mana salah satu
pihak bersedia mengalah dan mau menerima pendirian pihak lain.
15. Gencatan senjata (cease jire), yaitu penangguhan
permusuhan dalam jangka waktu tertentu.
3. Asimilasi (assimilation)
Asimilasi merupakan usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan antarindividu atau
antarkelompok guna mencapai satu kesepakatan berdasarkan kepentingan dan
tujuan-tujuan bersama. Menurut Koentjaraningrat, proses asimiliasi akan timbul
jika ada kelompok-kelompok yang memiliki perbedaan kebudayaan. Kemudian,
individu-individu dalam kelompok tersebut saling berinteraksi secara langsung
dan terus menerus dalam jangka waktu lama, sehingga kebudayaan masing-masing
kelompok berubah dan saling menyesuaikan diri.
Dalam asimilasi terjadi proses identifikasi diri dengan kepentingan-kepentingan
dan tujuan kelompok. Apabila dua kelompok atau dua orang melakukan asimilasi,
maka batas-batas antarkelompok akan hilang dan keduanya melebur menjadi satu
kelompok yang baru.
Faktor-faktor yang
mempermudah terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut.
1. Sikap toleransi.
2. Kesempatan yang seimbang dalam ekonomi (tiap-tiap individu
mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai kedudukan tertentu atas dasar
kemampuan dan jasanya).
3. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya.
4. Sikap terbuka dari golongan penguasa dalam masyarakat.
5. Persamaan dalam unsur kebudayaan.
6. Perkawinan campuran (amalgamasi).
7. Adanya musuh bersama dari luar.
Sebaliknya, faktor-faktor yang menjadi penghalang terjadinya asimilasi adalah
sebagai berikut. :
1. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat. Contoh,
orang Indian di Amerika Serikat yang diharuskan bertempat tinggal di
wilayah-wilayah tertentu (reservation).
2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi.
3. Adanya perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi.
4. Adanya perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih
tinggi
daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
5. Adanya perbedaan warna kulit atau ciri-ciri badaniah.
6. Adanya in group feeling yang kuat. Artinya, ada suatu perasaan yang kuat
bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan.
7. Adanya gangguan golongan minoritas terhadap golongan yang berkuasa. Contoh,
perlakuan kasar terhadap orang-orang Jepang yang tinggal di Amerika Serikat
sesudah pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat Pearl Harbor diserang secara
mendadak oleh tentara Jepang pada tahun 1941.
8. Adanya perbedaan kepentingan dan pertentangan-pertentangan
pribadi.
4. Akulturasi (aculturatiori)
Akulturasi adalah berpadunya dua kebudayaan yang berbeda dan membentuk suatu
kebudayaan baru dengan tidak menghilangkan ciri kepribadian masing-masing. Contoh
akulturasi adalah Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan
India dan kebudayaan Indonesia. Demikian juga musik keroncong yang merupakan
perpaduan antara musik Portugis dan musik Indonesia. Proses akulturasi dapat
kita gambarkan seperti dalam bagan berikut.
Proses akulturasi dapat berjalan sangat cepat atau lambat, tergantung persepsi
masyarakat setempat terhadap budaya asing yang masuk. Apabila budaya asing itu
masuk melalui proses pemaksaan, maka akulturasi memakan waktu relatif lama. Sebaliknya,
apabila budaya asing itu masuk melalui proses damai, akulturasi akan terjadi
secara cepat.
B. Interaksi Sosial yang Bersifat Disosiatif
Proses disosiatif atau oposisi dibedakan ke dalam tiga bentuk, yaitu
persaingan, kontravensi, dan pertentangan.
1. Persaingan (competition)
Persaingan adalah perjuangan berbagai pihak untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Persaingan mempunyai dua tipe, yaitu yang bersifat pribadi dan
bersifat non pribadi. Tipe yang bersifat pribadi disebut juga dengan rivalry (persaingan).
Dalam rivalry, individu akan bersaing secara langsung, misalnya persaingan
anggota untuk memperoleh kedudukan tertentu dalam sebuah organisasi.
Dalam tipe yang bersifat non pribadi, yang bersaing bukan individu-individu,
melainkan kelompok. Contoh persaingan non pribadi adalah persaingan antara dua
partai berbeda dalam merebut simpati rakyat, atau persaingan dua kesebelasan
sepak bola berebut kemenangan untuk maju ke babak berikutnya.
Tipe-tipe tersebut menghasilkan beberapa bentuk persaingan. Di antaranya
persaingan di bidang ekonomi, politik, persaingan untuk mencapai suatu
kedudukan dan menjaga gengsi, serta persaingan ras.
Salah satu ciri dari persaingan adalah perjuangan yang dilakukan secara damai,
sportif, atau fair play. Artinya, persaingan selalu menjunjung tinggi
batas-batas yang diharuskan. Mereka bersaing tanpa menggunakan ancaman atau
kekerasan. Oleh karena itu, persaingan sangat baik untuk meningkatkan prestasi
seseorang.
2. Kontravensi (contravention)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada
antara persaingan dan pertentangan. Kontravensi ditandai oleh adanya
ketidakpuasan dan ketidakpastian mengenai diri seseorang, rencana dan perasaan
tidak suka yang disembunyikan, atau kebencian dan keragu-raguan terhadap
kepribadian seseorang. Kontravensi cenderung bersifat rahasia. Perang dingin
merupakan salah satu contoh kontravensi karena tujuannya membuat lawan tidak
tenang atau resah. Dalam hal ini, lawan tidak diserang secara fisik tetapi
secara psikologis. Sikap tersembunyi seperti ini dapat berubah menjadi
pertentangan atau pertikaian. Wujudnya dapat berupa protes, mengacaukan pihak
lain, memfitnah, memaki-maki melalui surat selebaran, agitasi, subversi, dan
Iain-lain. Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker, kontravensi memiliki
lima bentuk berikut.
l. Umum, misalnya penolakan, keengganan, perlawanan, protes, perbuatan
menghalang-halangi, melakukan kekerasan, atau mengacaukan rencana pihak lain.
2. Sederhana, misalnya menyangkal pernyataan orang di muka umum, memaki melalui
surat selebaran, atau mencerca.
3. Intensif, misalnya penghasutan atau menyebarkan desas-desus.
4. Rahasia, misalnya mengumumkan rahasia lawan atau berkhianat.
5. Taktis, misalnya mengejutkan lawan, membingungkan pihak lawan, provokasi,
atau intimidasi.
3. Pertentangan atau Konflik (conflict)
Pertentangan atau konflik adalah suatu perjuangan individu atau kelompok sosial
untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan. Biasanya, konflik
disertai dengan ancaman atau kekerasan. Konflik terjadi karena adanya perbedaan
pendapat, perasaan individu, kebudayaan, kepentingan baik kepentingan individu
maupun kelompok, dan terjadinya perubahan-perubahan sosial yang cepat yang
menimbulkan disorganisasi sosial. Perbedaan-perbedaan ini akan memuncak menjadi
pertentangan karena ieinginan-keinginan individu tidak dapat diakomodasikan.
Akibatnya, tiap individu atau kelompok berusaha menghancurkan lawan dengan
ancaman atau kekerasan.
Dalam pertentangan, hal yang paling banyak berperan adalah perasaan. Perasaan
dapat mempertajam perbedaan tersebut sehingga masing-masing pihak berusaha
saling menghancurkan. Contoh perasaan yang menimbulkan konflik adalah benci,
sentimen, dan iri.
Pertentangan tidak selalu bersifat negatif. Pertentangan juga dapat menjadi
alat untuk menyesuaikan norma-norma yang telah ada dengan kondisi baru yang
sesuai dengan perkembangan masyarakat. Pertentangan dapat pula menghasilkan
suatu kerja sama karena masing-masing pihak kemudian dapat saling introspeksi
untuk mengadakan perbaikan-perbaikan. Contoh dampak positif pertentangan adalah
perombakan aturan-aturan yang mengekang hak politik warga negara pada masa Orde
Baru.
Pertentangan mempunyai bentuk-bentuk khusus. Di antaranya sebagai berikut.
1. Pertentangan pribadi. Ada individu-individu yang sejak
mereka mulai berkenalan sudah tidak saling menyukai. Awal yang buruk ini jika
dikembangkan akan menimbulkan kebencian. Masing-masing pihak akan berusaha
menghancurkan pihak lawan.
2. Pertentangan rasial. Sumber pertentangan tidak hanya
terletak pada perbedaan ciri-ciri fisik, tetapi juga oleh kepentingan
kebudayaan. Keadaan menjadi bertambah buruk jika salah satu ras merupakan
golongan mayoritas.
3. Pertentangan antarkelas sosial. Pertentangan ini terjadi
karena adanya perbedaan kepentingan, seperti perbedaan kepentingan antara
majikan dan buruh.
4. Pertentangan politik. Pertentangan ini biasanya menyangkut
antargolongan dalam masyarakat juga antara negara-negara berdaulat. Contoh,
pertentangan yang terjadi antarpartai politik menjelang pemilu atau
pertentangan antarnegara.
5. Pertentangan yang bersifat internasional. Pertentangan ini
disebabkan oleh kepentingan yang lebih luas serta menyangkut
Related posts: